Penulis memulai topik ini dengan mixed feeling antara excited dan kekhawatiran, bahwa sebuah hal yang dianggap sebagai sebuah rekreasi dan hiburan bisa dipelajari dari banyak aspek kehidupan. Jika berbicara ekonomi dan hubungan parasosialnya, sudah banyak artikel sederhana sampai penelitian ilmiah di institusi perguruan tinggi yang membahasnya dari ranah keilmuan masing-masing. Ide tulisan ini hadir di tengah malam, saat penulis melihat kembali perhitungan di Excel yang menunjukkan nominal yang telah keluar untuk bisnis kapitalis ini. Jumlahnya mungkin tidak sebanding dengan nominal orang lain yang dianggap “pilar” atau “wota sultan”, tapi setidaknya tetap menghadirkan penyesalan dan membandingkan jika nominal tersebut dapat keluar untuk wishlist yang lain.
Tulisan ini didasari atas pengalaman terlibat dan menyelami dinamika fandom JKT48 selama hampir 5 tahun. Meskipun terlihat lama, masih banyak hal yang mungkin belum bisa saya alami. Dengan situasi sebagai fans far dan tidak berdomisili di Jakarta, pada akhirnya banyak dinamika dan kisah belakang layar yang tidak dapat dijamah oleh penulis. Meskipun begitu, melalui tulisan ini saya berharap orang-orang awam dapat memahami sebuah komunitas/perkumpulan yang di luarnya dengan obyektif dan bagi orang-orang yang masuk dalam dinamika fandom, apapun caranya, dapat mengambil sesuatu dari perjalanannya menghabiskan waktu dan materi untuk mendukung langkah mimpi seorang remaja.
Pulang Teater adalah sebuah rubrik baru untuk proyek tulisan #ArgumentasiRealiti yang membahas mengenai perjalanan dan renungan penulis selama mengikuti grup idola (mantan) ibukota Indonesia ini. Tulisan ini mungkin dianggap terlalu jauh, menyeriusi hal-hal yang bersifat hiburan dan rekreasi menjadi sebuah topik yang menegangkan dan berat. Tidak seringan nada-nada lagu JKT48 yang membawakan topik patah hati dengan ceria dan sering diselingi oleh mix chant. Pada artikel perdana ini, penulis akan menjelaskan apa yang menjadi point of interest dari konsep idola yang diusung JKT48 beserta latar belakang kenapa saya bisa terjun di dunia ini.
“Escape for an Experience”: Alasan Kembali Mengikuti JKT48
Setiap orang memiliki berbagai cara dan aktivitas yang dipilih untuk mengalihkan perhatian pikirannya dari berbagai kesibukan dan pusingnya urusan duniawi. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan hobi. Hobi dapat diartikan sebagai kegemaran, sebuah kesenangan istimewa pada waktu senggang. Hobi bukan merupakan pekerjaan utama yang dilakukan oleh manusia, namun ia dapat meningkatkan kualitas hidup manusia, terutama jika mempunyai hobi yang bermanfaat. Manfaat hobi bagi diri sendiri adalah untuk memperoleh keseimbangan hidup. Setiap orang memiliki cara untuk memilih kegiatan apa yang menjadi pilihannya saat senggang. Ada yang memilih melakukan kegiatan-kegiatan memasak, bermain sepak bola, membaca, menonton, fotografi, berkebun, olahraga, dan masih banyak lagi. Biasanya hobi dilakukan untuk memberikan kesenangan setelah melakukan aktivitas seharian yang rumit dan melelahkan.
Salah satu hal yang dianggap sebagai sebuah hobi adalah idoling, terlepas apakah ia dapat didefinisikan sebagai hobi atau tidak. Sebuah konsep yang dilihat masih cukup tabu dibicarakan di Indonesia. Konsep idol ala Jepang yang diadaptasi oleh grup idola JKT48. Bagi penulis, kebiasaan ini di mata awam mungkin terlihat aneh jika disesuaikan dengan budaya di tanah air, bagaimana bisa ada seseorang bisa rela mengorbankan waktu, tenaga, dan materi untuk mendukung idolanya yang bahkan tidak kenal fansnya secara personal. Apalagi jika oshimen mengumumkan graduate, perasaan bisa campur aduk dan bahkan jatuh sakit karena terbawa beban pikiran.
Terkait alasan pribadi penulis, alasan untuk kembali mengikuti dinamika idoling di fandom ini adalah “Escape for an Experience”. Situasi dimana perlu ada alternatif lain memandang kehidupan di tengah hiruk-pikuk kehidupan pria dewasa, sekaligus membayar rasa penasaran di masa remaja yang tak pernah mencicipi pengalaman interaksi langsung dan berkumpul atas kesamaan grup idola yang didukung. Sedikit penulis jabarkan terkait alasan yang telah disebut:
a. Escape
Hiruk-pikuk kehidupan masa dewasa tentu saja melelahkan, tidak seindah yang terbayangkan saat masa kecil. Kejenuhan dengan rutinitas itu membuat manusia pada umumnya akan mencari alternatif kegiatan sebagai pemecah kebosanan dan rekreasi atas lelah yang mendera.
Sebenarnya, jika hanya sebatas mendengarkan lagu saja penulis sudah melakukannya bahkan di saat vakum mengikuti perkembangan grup idola tersebut. Namun dinamika di grup idola ini, mulai dari member, fans, dan bahkan manajemennya, menarik perhatian penulis untuk kembali mencari kenyamanan dalam kegiatan sampingan ini. Bahkan keributan linimasa fandom yang sering kali tidak penting malah menjadi dinamika baru bagi penulis yang suka mengamati keributan dunia maya. Apakah karena hidup yang terlalu datar atau terlalu kurang pergaulan sampai-sampai dunia pertubiran jadi menarik?
Aspek utama yang penulis sukai kala mengikuti grup idola ini adalah lirik-lirik lagunya yang ajaib. Sejak awal, memang penulis menyukai tipikal dan referensi lirik yang ditulis oleh Aki-P (termasuk yang diterjemahkan dan dibawakan oleh JKT48) dimana makna liriknya yang tidak bisa dicerna sekali-dua kali dan sering kali relate dengan apa yang terjadi di kehidupan sendiri ataupun peristiwa di sekitar kita.
b. Experience
Di masa menginjak remaja, penulis mengikuti grup idola ini hanya sebatas pengamat layar kaca dan sesekali menengok media sosial. Masih teringat jelas bagaimana menunggu performance JKT48 setiap hari Minggu di acara seperti DahSyat RCTI atau Inbox SCTV atau acara JKT48 Mission di Trans7. Memilih secara selektif lagu-lagu MP3 yang beredar di 4shared agar tidak tergocek dengan MP3 yang suara chant-nya lebih kencang dari lagunya.
Circus Team J tahun 2019 adalah titik balik itu. Waktu yang luang dan didorong membuat saya akhirnya memutuskan menempuh dua jam perjalanan dari kota asal untuk sekedar menyaksikan pertunjukan grup ini di sebuah mal di kota Semarang. Meskipun saat itu kebingungan dan tidak ada keberanian untuk sekedar bertanya cara membeli tiket handshake atau 2-shot. Merantau ke Bandung untuk menyelesaikan studi adalah titik balik yang tidak pernah terpikirkan oleh penulis saat itu.
Meskipun pandemi pada akhirnya memengaruhi cara ngidol saat itu, namun hal tersebut menjadi pengalaman baru bagi penulis yang sebelumnya tidak ada interaksi sama sekali. Dimulai dari adanya video call sebagai pengganti handshake event hingga adanya live platform seperti Showroom dan berlanjut adanya IDN di akhir 2023. Demografi usia member juga menjadi culture shock tersendiri, dimana rata-rata umur member sudah di bawah usia penulis. Masih terasa aneh ketika “gesrek” dengan oshimen yang umurnya di bawah kita, apalagi di bawah adik sendiri.
Dari yang awalnya hanya mengejar goal menyaksikan teater secara langsung dan terwujud di last show oshimen saat itu, Amirah Fatin, kemudian berkembang menjadi banyak goals yang ingin dirasakan berbarengan dengan banyaknya event yang mulai berangsur dilaksanakan secara offline. Dari 2-shot yang awalnya diganti menggunakan aplikasi Zoom dan Chekicha kemudian kembali ke event yang menggunakan polaroid serta kembalinya konsep handshake event meskipun minus di salamannya dan perubahan nama menjadi meet and greet.
Selain goals terkait dengan event seperti meet and greet ataupun konser, ada juga goals yang bersifat interaksi personal. Misal soal waro, penulis dulu punya rasa penasaran bagaimana seorang member bisa mengenal dan berinteraksi seru dengan penggemarnya dengan sedikit lebih longgar dibanding dengan konsep meet and greet ala idola Korea. Bagaimana rasanya ketika pertama kali masuk ke bilik meet and greet, member langsung memanggil nama kita, membahas sesuatu yang pernah kita ceritakan, atau membicarakan tweet terakhir yang mention member lain.
Pengalaman-pengalaman ini tentu memberikan kesan tersendiri bagi penulis. Ada sesuatu yang menarik untuk didalami saat kita mengetahui bagaimana dinamika bisnis parasosial ini berjalan. Selain soal bisnis yang akan penulis bahas di artikel lain, kekompakan dan kesetiaan para pendukung terhadap grup idola ini menjadi hal yang sangat menarik untuk dipelajari lebih dalam. Bahkan ada yang menemukan kehidupan baru dari jalur ini, entah karir, pasangan, atau pengalaman hidup.
Penutup
Tulisan ini adalah sebagian kecil dari kekaguman, kekecewaan, dan pengharapan yang saya rasakan selama mengikuti fandom ini. Bagi penulis, JKT48 tidak sampai pada definisi penyelamat hidup seperti orang lain, tanpa mengurangi rasa hormat dan respek pada mereka yang merasakan anugerah setelah berjumpa dengan grup ini. Namun, JKT48 adalah pintu gerbang wawasan baru. Tanpa grup ini, anak kabupaten ini tidak memiliki pendorong untuk mengejar mimpi menembus batas kota dan memahami beragamnya dinamika bersosialisasi yang mungkin tidak selalu indah. Mungkin tanpa nyemplung di fandom ini, saya terkungkung bagai katak dalam tempurung.
Banyak hal yang menarik selama kurang lebih 5 tahun mengikuti dan mengeluarkan uang untuk idoling di fandom JKT48. Tak cukup jika merangkumnya hanya dalam satu artikel saja, dan itulah alasan mengapa segmen “Pulang Teater” ini ditulis. Dalam beberapa artikel berikutnya, akan penulis bahas dengan lebih detail dan mungkin terlalu serius soal fenomena yang penulis lihat, dengar, dan rasakan selama ini. Berangkat dari hipotesis “Kondisi grup idola dan fandomnya dapat menggambarkan kondisi negaranya”, mungkin kita akan menemukan wawasan, inspirasi, atau renungan terkait perjalanan hidup kita sendiri atau keberlangsungan masyarakat secara luas. Terkesan terlalu serius memang.
Penulis tidak pernah tahu apakah tulisan ini akan menjadi penutup perjalanan idoling penulis atau malah berlanjut. Namun setidaknya hal yang selama ini hanya berkutat di pikiran dapat dibagikan. Berulang kali berencana untuk pensiun namun tetap saja berakhir wacana dan tetap saja menghabiskan banyak uang untuk kesenangan semu ini. Semoga tulisan ini bisa memberikan wawasan atau mungkin renungan baru bagi pembaca yang mengikuti atau ingin mendapatkan sedikit referensi bagaimana fandom JKT48 berjalan sejauh ini.