*reminder: Artikel ini ditulis ulang dari artikel dengan judul serupa yang terbit pada 24 Desember 2022 dengan beberapa penyesuaian topik
Berbicara mengenai pemujaan pada idola, ada beberapa cara untuk menikmati perasaan idoling itu bagi setiap penggemarnya. Salah satu bentuknya adalah pengimajinasian penggemar terhadap sikap dan tingkah laku dari idolanya berupa shipping.
Mengutip dari Shipping Wiki, Shipping dapat melibatkan hampir semua jenis hubungan: dari yang terkenal dan mapan, hingga yang ambigu atau yang sedang berkembang, dan bahkan hingga yang sangat tidak mungkin atau sangat tidak mungkin. Shipping seringkali berupa karya kreatif di internet, termasuk fanfiction dan fanart. Sebuah ‘kapal’ mengacu pada hubungan yang didukung, sedangkan ‘ship’ mengacu pada fenomenanya.
Dalam terminologi shipping, pasangan yang sudah dipastikan berpasangan di karya asalnya disebut canon ship atau sailed ship (secara harfiah “kapal yang sudah berlayar”), sedangkan sunk ship (secara harfiah “kapal tenggelam”) adalah pasangan yang sudah terbukti tidak akan menjadi pasangan di karya aslinya.
Dalam konteks artikel ini, yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang mengarah pada upaya memasangkan dua orang/lebih member JKT48 (setelahnya disebut sebagai “grup idola Jakarta) berdasarkan gimmick/imajinasi tertentu dari beberapa orang agar memiliki hubungan romantis. Ada juga yang menyebut ini sebagai “nge-ship”, yang diartikan sebagai dukungan untuk dua atau lebih karakter atau orang di dunia nyata untuk berhubungan secara romantis. Dalam artikel ini, penulis menggunakan istilah ‘kapal’ sebagai plesetan dari couple.
Pasangan antar-member yang dibangun biasanya dilihat berdasarkan momen yang terbangun di antara keduanya dan ditampilkan cukup intens pada publik, dan juga terkadang dibumbui imajinasi dari orang-orang yang memasangkan mereka. Namun ada juga yang menjadikannya salah satu cara untuk membangun branding. Gimmick yang dibentuk tidak sekedar tentang persahabatan, namun juga semacam keluarga dan bahkan *sebagian teks hilang*.
Mengenai pembahasan imagination couple, penulis menggunakan studi kasus dalam fandom grup idola Jakarta, JKT48. Sebenarnya sudah sejak lalu juga ada sesuatu yang ingin dikeluarkan, tapi karena momen salah satu personil grup idola Jakarta yang mengutarakan keresahannya di platform streaming (dan itu tidak terjadi sekali saja) membuat penulis ingin melanjutkan tulisan yang tertunda ini.
Imajinasi Shipper dan Fenomena Fanfic/AU Vulgar
Mari kita awali pembahasan ini dari platform novel berbasis daring. Kenapa dimulai dari sana? Fenomena nge-ship atau coupling memiliki dampak berlanjut pada tumbuhnya ide para pengarang untuk memasukkan idola mereka untuk ditulis dalam cerita berdasarkan imajinasi mereka. Jenis tulisan cerita ini populer dengan sebutan fanfic (fan fiction) dan sudah cukup lama eksis sebagai salah satu jenis tulisan fiksi yang populer, termasuk di platform cerita berbasis daring seperti Wattpad.
Pada mulanya, memang sebaran konten fan fiction ini sangat terbatas, hanya tersedia pada blog-blog ataupun akun Wattpad yang hanya diketahui oleh kalangan terbatas. Namun, saat ini dengan masifnya media sosial dan kehidupan digital di masyarakat serta didorong oleh sistem algoritma yang muncul berdasarkan interesting membuat konten-konten fan fiction mulai ditemukan oleh penggemar yang awalnya tidak tahu-menahu dengan konsep fan fiction.
Fanfic sendiri memiliki berbagai macam genre, termasuk Alternate Universe (AU) yang penulis sendiri baru dengar istilahnya beberapa waktu ke belakang. AU sendiri merupakan sebuah genre fan fiction yang menggambarkan sang idola seolah-olah berkebalikan dengan kisah nyatanya. Terlepas dari itu, yang cukup meresahkan bagi penulis adalah tema-tema sensual seperti genre slash fic atau smut. Buat pembaca yang belum tahu definisi slash fic dan smut, slash fic dapat diartikan sebagai cerita fiksi yang mengarah pada hubungan sejenis, sedangkan smut mengarah pada hubungan seksual beda jenis kelamin. Tapi dalam implementasi yang ditemukan penulis, istilah AU di tanah air seolah “menggantikan” penggunaan kata fanfic.
Sebagai orang yang sempat menulis di platform novel daring, fenomena cerita dengan konsep sensual (dapat disamakan juga dengan cerita stensilan yang merujuk pada cerita erotisme pada masanya) sudah menjadi hal yang cukup lumrah ditemui sebagai cerita populer. Bukan berarti penulis memiliki pandangan bahwa genre lainnya tidak ramai, ada dan memiliki segmentasinya tersendiri. Namun dalam konteks cerita erotis, bahkan pada beberapa platform yang penulis ketahui malah menjadi bahan ‘promosi’ tersendiri.
Satu hal yang dulu membuat penulis terkejut, ada satu cerita erotis dimana target pembacanya adalah usia 18 tahun ke atas, namun ditulis oleh anak-anak di bawah umur. Secara tata bahasa menurut penulis jauh dari kata ‘enak dibaca’, namun penggambarannya akan suasana seksual terasa cukup memprihatinkan jika mengingat bahwa pengarangnya adalah anak di bawah umur.
Berhubungan dengan cerita erotisme, banyak sekali fan fiction yang penulis temukan dimana tema yang diangkat kurang elok. Dalam konteks fanfiction grup idola Jakarta, kebanyakan temanya mengarah pada jenis slash fiction. Tentu saja dengan membawa nama member dan bahkan menggunakan foto member sebagai sampul cerita, seharusnya pengarang menyadari tanggung jawab moral karena mencatut nama idolanya.
Hal-hal yang selama ini sering dibantah ketika dikritik dengan dalih “hanya fiksi” atau alasan lainnya. Mungkin masih ingat ketika salah satu member sampai memilih uninstall Wattpad karena kaget cerita yang ia baca, dimana itu mencatut namanya, memiliki cerita yang tidak pernah diduganya.
Ada juga yang ceritanya masih aman, namun pembahasan ini lebih spesifik tentang imajinasi kotor para fanatik perkapalan. Penulis melihat bahwa salah satu sumber munculnya fanatik perkapalan ini adalah fanfic sejenis ini. Ketika mereka melihat member yang bersangkutan menampilkan kedekatannya di depan kamera, mereka melihat ini sebagai sebuah momen dan menuntut momen itu terus berulang sebagai fantasi mereka yang terwujudkan dalam kehidupan nyata.
Chika-Ara: Queerbaiting dan Pelanggaran “Golden Rules”
Salah satu fenomena shipping yang cukup populer di kalangan fandom beberapa waktu lalu adalah fenomena Chikara (Chika-Ara). Kapal populer ini juga yang menginspirasi penulis untuk mengeluarkan uneg-uneg tentang perkapalan ini. Namun postingan ini mandek setelah artikel mengenai kelakuan penggemar militan di jagat media sosial dan opini mengenai skandal yang berisiko menjatuhkan nama yang bersangkutan.
Walaupun penulis sudah mengikuti grup ini sejak lama dan mengetahui adanya couple yang sudah ada sebelumnya seperti Venomenal (Ve-Kinal), BebNju (Beby-Shanju), atau MeloNab (Melody-Nabilah), tapi mengenai dampak dari adanya perkapalan mereka tidak mengetahuinya secara persis. Apakah perkapalan semacam itu juga membangun imajinasi negatif, atau kepada arah positif yang meliputi persahabatan. Lagi-lagi, akses terbatas dan lingkaran sempit yang mungkin saja membendung isi konten yang mengarah negatif meluas di internet.
Kembali berbicara soal kapal populer di awal pasca-restrukturisasi, meskipun kapal ini sudah naik sebelumnya. Namun, awal kenaikan itu terjadi setelah sebuah video Tiktok mereka berdua yang menggunakan lagu Motive diunggah dan viral di awal Maret 2021.
Dampaknya terlihat cukup masif, mulai dari naiknya penjualan video call member yang bersangkutan. Bagaimana bisa seseorang yang mulanya penjualan video call-nya tidak sebanyak member senior tiba-tiba langsung bisa bersaing dengan member top-tier? Penjualannya sendiri sudah bersaing sejak April dan Mei, dan menemui puncaknya saat itu di rentang Juni-Juli 2021.
Selain itu, momen ini juga menjadi titik mulai naiknya konten user-generated yang tersebar di media sosial, khususnya Tiktok. Konten user-generated ini adalah konten yang berisi mengenai grup idola yang dibuat oleh pengguna yang biasanya merupakan basis penggemarnya. Dalam konteks marketing grup, user-generated content sangat masif sangat dibutuhkan oleh grup idola tersebut untuk menaikkan eksistensinya. Hasilnya memang cukup efektif dimana banyak fans baru masuk melalui jalur kapal satu ini.
Namun, dengan masuknya fans baru dan dengan kultur fandom yang memang cukup berbeda daripada umumnya memicu “bentrokan” antara fans lama dengan fans baru. Istilah “wota tiktok” juga mulai muncul di era ini, berbarengan dengan masifnya konten lainnya yang diambil dari platform streaming yang disediakan. Konten yang seringkali dibuat over-romantized tentu saja membuat sebagian orang risih karena cenderung memvisualisasikan cerita fan fiction yang mengarah pada slash fiction.
Hal ini diperparah dengan kebiasaan buruk fans kapal yang seringkali menanyakan member yang bersangkutan di ranah yang tidak seharusnya, misalkan menanyakan member kapal saat personil lainnya melakukan streaming pribadi. Kenyamanan personil lain bisa dibilang terganggu oleh kelakuan fans yang tidak sepantasnya. Dari perspektif fans saja, hal itu sudah membuat risih, apalagi personil grup tersebut dan bisa saja membuat hubungan mereka sedikit awkward.
Hingga akhirnya, pada Agustus 2021 skandal yang cukup besar menimpa mereka. Dikabarkan kapal ini terlibat hubungan spesial dengan anggota grup laki-laki lokal juga, dimana dari grup idola ini punya “aturan anti cinta” yang menjadi perbincangan besar. Sepengetahuan penulis, skandal yang melibatkan golden rules grup idola ini kecil sekali sampai naik ke media besar tanah air. Ini menjadi fenomena sendiri dan menjadi tantangan dimana kondisi grup idola ini sedang terpuruk setelah melakukan restrukturisasi besar pada awal tahun.
Kekecewaan besar dan rasa denial tentu dirasakan oleh fans, namun pada akhirnya salah satunya terpaksa dipecat karena masalah profesionalitas dan lainnya harus “dihilangkan” selama dua bulan. Dari beberapa bentuk kekecewaan yang muncul, seperti memutuskan pensiun, ada satu bentuk kekecewaan yang menarik lewat dari timeline penulis.
Ada sebuah akun Twitter yang menganggap bahwa kemunculan kapal Chika-Ara ini hanyalah kepalsuan belaka untuk kepentingan mereka sendiri berkaitan dengan aturan grup idola yang menaungi mereka dengan menarik simpati dari kalangan kaum “queer”. Dari pandangan penulis, ini bisa jadi kekecewaan tersendiri bagi mereka yang mengupayakan diri mereka agar bisa diterima masyarakat, terlepas dari soal norma dan kultur di tanah air kita.
Secara general, mungkin akan muncul trust issue dari kalangan penggemar bahwa gimmick member yang merespons perkapalan dari imajinasi sekelompok orang adalah langkah untuk menutupi sesuatu, khususnya yang berkaitan dengan golden rules yang “diimani” para pendukung grup idola ini.
Oniel-Indah: Misgendering dan Keresahan Sang Idola
Bentuk pengembangan dari imajinasi fans “kapal” adalah “keluarga”, sebagaimana yang telah penulis sebutkan di awal tulisan ini. Penulis menggunakan studi kasus Oniel dan Indah yang awalnya hanya sebagai pairing line-up dalam unit song malah menjadi ranah “kapal” dan bahkan “keluarga”.

Dengan konsep kekeluargaan ini, tentu saja ada yang “dikorbankan” sebagai sosok ayah. Para pengimaji liar ini mengambil satu member yang dirasa cocok jadi sang ayah. Jika melihat member lain yang dikapalkan, semisal Shani dan Gracia, masih memiliki perbedaan tafsir, tidak dengan kejadian Oniel-Indah. Oniel dengan personalitas jokes receh ala bapak-bapak langsung “didapuk” sebagai sosok bapak. Ditambah dengan kemunculan “anak” sampai “cucu”, posisi dia sebagai objek misgendering semakin kuat.
Misgendering adalah salah merujuk seseorang dengan jenis kelamin atau kata ganti yang tidak sesuai dengan identitas gender mereka. Ini dapat terjadi secara tidak sengaja atau disengaja, dan dapat sangat menyakitkan bagi orang yang misgendered.
Penulis belum sempat menanyakan pandangan dari Oniel maupun Indah secara lebih dalam. Tentu yang diungkapkan di publik bisa jadi tidak seluruhnya mewakili perasaan mereka. Pada akhirnya, mereka hanya menjadikan hal tersebut sebagai lelucon belaka. Lelucon yang tersampaikan dalam bentuk self-deprecating humor.
Self-deprecating humor (humor yang merendahkan diri) adalah bentuk humor di mana seseorang bercanda atau membuat lelucon tentang dirinya sendiri, kelemahan, kesalahan, atau kekurangan yang dimilikinya. Biasanya humor ini adalah bentuk kesadaran diri, tetapi orang yang menggunakan humor itu hanya menunjukkan apa yang menurut mereka adalah hal-hal negatif atau hal-hal yang tidak mereka sukai tentang diri mereka sendiri, tetapi mengatakannya dengan lantang dengan cara yang lucu dan bercanda.
Menggunakan humor sejenis ini bukanlah hal baru, jenis humor ini sudah bertebaran di jenis media sosial berbasis teks seperti Twitter. Media sosial tidak hanya memungkinkan kita membuat posting yang merendahkan diri sendiri, tetapi menyukai dan me-retweet posting tersebut memungkinkan kita untuk berpartisipasi dalam humor serupa dengan jangkauan publik yang lebih luas.
Bisa jadi, materi open mic di acara Host Sweet Host bukan semata soal mencari kelucuan, tapi upaya sarkastik untuk mengutarakan hal yang tidak ia sukai dalam bentuk lelucon.
Pertanggungjawaban Moral demi Fantasi
Hal yang sering tidak dipedulikan oleh para penulis dan pengimaji liar ini adalah keluputan dalam membicarakan perasaan sang idolanya sendiri. Ini sempat juga menjadi pertanyaan sendiri namun sayangnya tak pernah berani penulis tanyakan. Entah apakah jika ditanyakan akan menimbulkan kesan ‘tidak sopan’?
Dengan secara sadar mereka menuliskan cerita erotis dengan bahasa sefrontal itu, tentu saja akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi mereka yang membaca. Apalagi bagi orang yang dipasang sebagai tokoh tanpa ada consent dan sepemahaman. Ditambah dengan visualisasi melalui potongan konten-konten audio visual yang semakin banyak, akan menambah kuat penggambaran cerita yang diskenario oleh penulis AU.
Sampai pada ketika isu perkapalan di fandom grup idola Jakarta naik lagi, ada satu tweet yang lewat dan menarik untuk digarisbawahi. Ada salah satu (bisa disebut) AU di salah satu akun Twitter yang dihujat karena dianggap terlalu liar. Dia bahkan mengutarakan ketakutannya karena dari pandangannya si idola tersebut sudah memberikan tanda ketidaksukaannya. Kadang bentuk penerimaan sang idola bukan diartikan sebagai bentuk setuju, bahkan dapat dibaca sebagai upaya sarkastik karena saking bebalnya kondisi yang tidak dapat ia kendalikan.
Ada salah satu cerita dari fans yang pernah menanyakan pada oshi-nya mengapa dia tidak pernah membawakan lagu “haram” semacam Oshibe to Meshibe. Oleh akun tersebut, ia tak mau mengungkapkan jawaban dari member yang bersangkutan, tetapi disampaikan bahwa yang bersangkutan tidak suka dengan jenis konten tersebut. Belum lagi kemungkinan efek dari “apa-apa dicocoklogi” yang berdampak pada mereka yang tidak nyaman bergaul dan mengabadikan momen.
Penulis tidak menampik cerita-cerita erotis dalam fan fiction telah ada sejak lama, hanya saja ada perbedaan pada cara penyebarannya saat ini yang tidak lagi terbatas pada blog atau platform yang hanya diketahui pada lingkup kecil semata. Perubahan pola algoritma media sosial juga cukup memengaruhi kemudahan dalam mengakses konten seperti ini. Walaupun dalam platform itu memiliki pembatasan umur, namun dengan kurasi yang terbatas dan berbagai metode untuk mengakali aturan itu membuat konten yang cenderung vulgar ini mudah didapatkan. Belum lagi di media sosial dalam lingkaran grup atau tweet dari akun-akun yang jumlahnya tidak sedikit.
Dalam lingkup yang lebih besar, warganet Korea Selatan bahkan sampai pernah mengajukan petisi untuk menindak konten RPS (Real Person Slash – konten Slash yang menggunakan karakter nyata sebagai tokoh cerita). Tapi pertanyaan berikutnya adalah, apakah mungkin jika ini diterapkan di negara kita? Belum lagi bicara soal celah hukum dan penerapannya yang “agak-agak”.
Pada akhirnya, dengan kondisi hidup di negara yang menjunjung tinggi norma ketimuran, sudah selayaknya agar karya semacam ini dibangun atas kesadaran moral dari pengarangnya agar tidak meresahkan bagi nama yang dicatut maupun pihak-pihak yang terkait.
Di titik ini, penulis tidak akan mengambil sebuah kesimpulan tulisan yang moderat atau adem. Para pengimaji dengan fantasi aneh dan mencoba menyetir imajinasi ajaibnya pada sang idola adalah sebuah kedunguan permanen. Jangan sekedar menyimpan imajinasimu dalam ruang privat atau pikiranmu. Tinggalkan gadget-mu, hapus segala konten bertema imajinasi tidak normal itu, dan segera temui Tuhanmu dalam doa memohon ampunan dan pertobatan.
Serius, bukan sekedar untuk menjaga dirimu sendiri. Tapi ini soal kemaslahatan bersama.