Cerita yang ditulis ini bukanlah sebuah cerita romantis uwu-uwu seperti yang
sering muncul di algoritma media sosial kalian, namun hanya dituliskan karena
beberapa waktu terakhir tiba-tiba terpikirkan kembali oleh penulis. Kejadian ini adalah murni terjadi tanpa pengarangan, kalaupun ada bagian ragu, penulis tuliskan asumsi-asumsi yang muncul di pikiran sendiri. Nama tempat yang ditulis juga diriset ulang untuk memastikan kebenarannya.
27 April 2019, Pukul 11.45 tepat, bila mengintip dari gelang pintar yang hanya
kusimpan di saku depan kemeja, peserta UTBK meninggalkan ruangan lab S2
Departemen Informatika ITS dan mengambil tas masing-masing. Menerobos lorong di
antar-gedung bermodal pemahaman mengintip peta menuju masjid kampus Manarul
Ilmi. Kemampuan mengira-ngiraku gagal, aku tersesat ke beberapa tempat yang
bahkan bukan jalur sebenarnya.
Sekadar informasi saja meskipun akhirnya juga tak paham. Mungkin bagi arek ITS, jalur
yang kulewati bisa saja salah. Aku hanya mencoba mengingat jalan yang dulu
pernah dilewati saat tersesat dan jalur yang seharusnya dilewati dengan berjalan
kaki.
Jalur cepat : Departemen Informatika – Perpustakaan ITS – Plaza dr. Angka – Taman
dr. Angka – Manarul Ilmi
Yang aku lewati : Departemen Informatika – Sistem Informasi – Pascasarjana – (putar
balik) – Sistem Informasi – Teknik Perkapalan – Teknik Kimia – (putar balik) –
Perpustakaan – (putar balik ke Teknik Kimia) – Teknik Fisika – Teknik Geofisika
– ITS Career – Taman dr. Angka – Manarul Ilmi
Aku menceritakan alasan kenapa aku putar balik kembali ke Teknik Kimia setelah
merasa salah arah di sana. Kejadian ini terjadi sekitar pukul 12.10. Aku benar-benar
ingat karena baru beberapa saat menengok Mi Band yang aku kenakan. Di sebuah
tempat, kalau tidak salah di sekitar perpustakaan ITS. Seorang perempuan sedang
panik mencari-cari arah, kemudian menghampiriku yang sebenarnya juga sedang
kebingungan. Dia menghampiriku kemudian dengan lembut bertanya padaku sambil
menunjukkan kartu ujiannya.
“Maaf,Mas. Teknik Kimia di mana, ya?”
Aku yang baru saja tersesat di sana kemudian membantunya. Aku lupa apakah aku yang
menawarkan diri atau dia yang meminta untuk diantarkan ke sana sehingga
akhirnya putar balik ke tempat yang sudah aku lewati tadi. Dia minta maaf kalau
saat itu merepotkanku, aku hanya menjawab tak mengapa karena aku ada di sesi
pagi. Di tengah perjalanan itu aku sempat melirik ke arah kartu ujian di dalam
map transparan yang ia peluk. Namanya Nabilah, kalau tidak salah aku mengingatnya.
Versi lain dari ingatanku, aku mengaku kalau saat itu lokasi ujianku ada di Teknik
Kimia sehingga langsung pergi bersama. Kami mengejar waktu hingga sampai ke
lantai empat gedung N (gedung Departemen Teknik Kimia) tanpa banyak bicara satu sama lain. Dia langsung pergi ke lab yang tertera di kartu ujiannya, sedangkan aku mampir sejenak ke toilet tanpa alasan. Tidak sedang kebelet juga saat itu. Dua sampai tiga menit berlalu, aku keluar dari toilet dan melihat para peserta sudah masuk ke ruang ujian. Aku kembali turun dan menyusuri lagi rute baru sebagai kemungkinan untuk menuju tujuanku, masjid Manarul Ilmi. Aku menghindari lagi bertemu dia.
Kalau ditanya apakah perempuan yang aku antarkan ini berparas geulis, aku
sendiri saja sudah lupa. Kisah ini terlintas dalam benak setelah setahun lebih.
Mungkin kalau ditanya beberapa pekan setelah itu aku masih bisa
menggambarkannya. Aku tak akan mencarinya, mungkin juga dia sudah tidak mengingatnya.
Mencari seseorang bermodal nama yang lupa-lupa ingat dan jumlahnya bisa
jutaan di seluruh negeri atau bahkan hanya di Jawa Timur dan lingkup Surabaya,
adalah hal yang mustahil. Aku hanya mencoba mengingat alasan mengapa aku sampai
mau mengantarkannya kala itu?